Update Berita:

Pemandangan Umum FPKS Terhadap Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir & Pulau-Pulau Kecil Tahun 2012-2031

Pemandangan Umum Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Provinsi Jawa Timur Terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2012 – 2031 Propinsi Jawa Timur
Juru Bicara : Arif Hari Setiawan, ST., MT.

Assalamu ‘alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh.

Yth. Pimpinan Rapat
Yth. Sdr. Gubernur & Wakil Gubernur Jawa Timur
Yth. Sdr. Sekretaris Daerah Propinsi Jawa Timur beserta jajarannya.
Yth. Pimpinan dan Anggota DPRD Jawa Timur
Yth. Sdr. Wartawan, hadirin dan undangan yang kami hormati.

Alhamdulillah, Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada kita semua, baik nikmat Iman, Islam maupun ilmu kepada kita sekalian, sehingga kita semua masih diberi kesempatan untuk kembali berkumpul di ruangan ini dalam rangka menjalankan amanah konstitusional, yakni, Penyampaian Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2012 – 2031 Propinsi Jawa Timur. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan  kepada uswah hasanah kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang selalu setia mengikutinya. Amin.

Rapat Dewan Yang Terhormat,

Seperti kita ketahui bersama, kawasan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Jawa Timur di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi.  Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya yang dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Di lain pihak, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum optimal akibat perhatian dan kebijakan Pemerintah selama ini yang lebih berorientasi ke darat.

Pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan suatu proses yang akan membawa suatu perubahan pada ekosistemnya.  Perubahan-perubahan tersebut akan membawa pengaruh pada lingkungan.  Semakin tinggi intensitas pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan berarti semakin tinggi tingkat pemanfaatan sumberdaya, maka semakin tinggi pula perubahan-perubahan lingkungan yang akan terjadi di kawasan pulau- pulau kecil.

Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil menghadapi berbagai ancaman baik dari aspek ekologi yaitu terjadinya penurunan kualitas lingkungan, seperti pencemaran, perusakan ekosistem dan penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) maupun dari aspek sosial yaitu rendahnya aksesibilitas dan kurangnya penerimaan masyarakat lokal. Oleh karena itu, dalam mengantisipasi perubahan-perubahan dan ancaman-ancaman tersebut, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Kebijakan dan Strategi daerah terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diharapkan tidak hanya sekedar menjaga kelestarian lingkungan ekologis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semata, namun juga mampu meningkatkan kesejateraan masyarakat sekitar.

Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tercantum dalam Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yakni untuk melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, melalui kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rapat Dewan Yang Terhormat,

Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil oleh pemerintah daerah dimaksudkan untuk menyediakan pedoman/panduan dan acuan/referensi bagi pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu : pemerintah, masyarakat, dan swasta/dunia usaha dalam penyusunan rencana strategis, rencana tata ruang dan zona, rencana pengelolaan, rencana aksi dan rencana bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah Jawa Timur.

Pembuatan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di tingkat daerah harus diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan kepentingan pembangunan ekonomi serta geopolitik nasional secara lebih luas yang memenuhi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang harus dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan dunia usaha/swasta yaitu : eksistensi wilayah pesisir harus dijaga kelestariannya, pulau-pulau kecil harus dipertahankan sesuai dengan karakteristik dan fungsi yang dimilikinya, efisien dan optimal secara ekonomi (economically sound), berkeadilan dan dapat diterima secara sosial-budaya (socio-culturally just and accepted), dan secara ekologis tidak melampaui daya dukung lingkungan (environmentally friendly).

Secara yuridis normatif, sesuai dengan kewenangan yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 27 tahun 2007 pasal 6, menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah wajib menyusun perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang  terdiri atas :
  1. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
  2. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
  3. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
  4. Rencana Aksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Selanjutnya, dari keempat kewenangan diatas, berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor  PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa penyusunan Rencana Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disusun dalam bentuk Peraturan Daerah. Sementara untuk rencana-rencana yang lain cukup dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur sebagaimana diatur dalam Pasal 11, Pasal 37 dan Pasal 45 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2008.

Dalam Raperda ini Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil selanjutnya disingkat dengan RZWP-3-K didefinisikan sebagai rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Berdasarkan Undang-Undang No. 27 tahun 2007 dan Raperda ini, nantinya Pemerintah Daerah akan memiliki kewenangan yang cukup besar dalam memberikan ijin pemanfataan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Jawa Timur kepada pihak lain, terutama pihak swasta. Oleh karena itu, FPKS memberikan saran agar raperda pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjadi inisiatif dari DPRD dan sedang dibahas oleh Badan Legislatif untuk selanjutnya dapat dilebur kedalam Raperda rencana zonasi menjadi satu kesatuan. Mohon tanggapannya.

Rapat dewan yang terhormat,

F-PKS berharap, kewenangan yang cukup besar tersebut tidak digunakan secara sewenang-wenang, misalnya dengan memberikan ijin-ijin pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kepentingan ekonomi dan bisnis semata, tanpa ada kontrol dan pengendalian yang super ketat. Karena ini akan sangat berpotensi merusak lingkungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil itu sendiri dan mengancan kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Jangan sampai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dikapling-kapling oleh pihak lain (swasta, apalagi asing) untuk kepentingan bisnis-kapitalis.  

Bagaimana tanggapan Saudara Gubernur terhadap hal ini? Mohon penjelasan!
 
Kebijakan Penyusunan rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam bentuk Perda merupakan kebijakan yang sangat strategis. Penyusunan rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam bentuk Perda ini sama penting dan strategisnya dengan kebijakan penyusunan tata ruang wilayah (RTRW) propinsi Jawa Timur. Dalam kebijakan RTRW lebih ditekankan pada wilayah darat, sementara dalam raperda ini lebih ditekankan pada wilayah laut, yakni pesisir dan pulau-pulau kecil. Kesalahan penentuan kebijakan dalam penataan ruang dan wilayah di wilayah DARAT dan LAUT tersebut akan berakibat vatal bagi pembangunan dan keberlanjutan pembangunan dan kehidupan masyarakat Jawa Timur.

Rapat Dewan Yang Terhormat,

Berdasarkan kajian dan pencermatan terhadap Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di atas, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan dalam Pandangan Umum F-PKS ini, sebagai berikut :
  1. Pengaturan masalah Disinsentif sebagaimana diatur dalam pasal 83 ayat 1 Raperda ini. Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana zonasi. Arahan disinsentif diberikan dalam bentuk : (Pasal 83 ayat 6 RAPERDA) ; arahan disinsentif fiskal berupa arahan pengenaan pajak/retribusi daerah yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang, dan arahan disinsentif non fiskal berupa arahan untuk pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, pemberian penalti, pengurangan dana alokasi khusus, persyaratan khusus dalam perizinan, dan/atau pemberian status tertentu dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah Provinsi.
  2. Arahan disinsentif meliputi : (Pasal 83 ayat 7 RAPERDA). Arahan disinsentif dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi dan kepada wilayah provinsi lainnya, diberikan dalam bentuk arahan untuk pengajuan pemberian kompensasi dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pelanggar zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil yang berdampak pada wilayah kabupaten/kota pemberi kompensasi, dan/atau arahan untuk pembatasan penyediaan sarana dan prasarana, dan arahan disinsentif dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya) yang diberikan dalam bentuk arahan untuk pemberian kompensasi disinsentif, arahan untuk ketentuan persyaratan khusus perizinan dalam rangka kegiatan pemanfaatan ruang oleh masyarakat umum/lembaga komersial arahan untuk ketentuan kewajiban membayar imbalan, dan atau arahan untuk pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur.
  3. 3. Pengaturan masalah disinsentif ini bisa berpotensi menimbulkan pemahaman ganda atau multitafsir. Perangkat disinsentif walaupun bertujuan baik yaitu untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana zonasi, tetapi juga menimbulkan suatu permasalahan lain. Hal ini karena pengaturan mengenai disinsentif yang dituangkan dalam pasal-pasal di RAPERDA ini multi interpretasi sehingga bisa ditafsirkan bahwa investor/pihak lain yang memanfaatkan zonasi yang tidak sesuai dengan rencana zonasi yang telah ditetapkan diperbolehkan, asalkan pengenaan pajak/retribusi dan lain-lain dari pemohon zonasi (investor) ditinggikan. Apabila pejabat pemberi izin  zonasi  menafsirkan demikian, hal ini jelas sangat  merugikan masyarakat dan juga tujuan baik dari RAPERDA RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2012 – 2031 tidak akan bisa terlaksana. Mohon Penjelasan !!
  4. Masalah sanksi ; terutama terkait dengan pemanfaatan zonasi. Permasalahan lain yang ditimbulkan adalah mengenai  pengenaan sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi pidana, karena konsep pengenaan sanksi bagi pemegang izin pemanfaatan zonasi  adalah apabila tidak sesuai dengan peruntukan izin zonasi yang dimiliki. Jadi apabila pemanfaatan izin zonasi sudah sesuai dengan izin yang diperoleh, maka pemegang izin tidak bisa dikenakan sanksi walapun izin zonasi tersebut tidak sesuai dengan rencana dalam RAPERDA ini. Mohon Penjelasan…!!
  5. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya. (Pasal 1 angka 15 RAPERDA ). Dalam RAPERDA ini menetapkan mengenai pembagian zona-zona. Misal, penetapan zona industri untuk Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kota Surabaya, Kabupaten Tuban, Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Probolinggo. (Pasal 41 RAPERDA). Pertanyaannya : sebelum tim ahli pembentukan RAPERDA ini menetapkan zona dimaksud,  apakah sebelumnya telah ada kesepakatan oleh para pemangku kepentingan ? Hal ini mengantisipasi agar tidak terjadi permasalahan setelah RAPERDA ini disahkan. Mohon Penjelasan…!!
  6. Terkait dengan pasal Pasal 95 RAPERDA ini. Dalam Pasal 95 Raperda ini menyebutkan bahwa : ’’Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi diberi wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.’’ Berdasarkan pasal 6 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa penyidik pegawai negeri sipil tertentu diberi wewenang khusus oleh undang-undang bukan oleh PERDA. Jadi perda tidak berwenang menentukan penyidik PNS daerah. Mohon penjelasan…!!
  7. Salah satu azas penting dalam perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah azas pemerataan dan keadilan. Namun kedua azas penting tersebut tidak ada dalam daftar azas perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tercantum dalam Raperda ini. Bahkan kedua azas tersebut kurang mendapat perhatian lebih detail dalam pengaturan pasal per pasal atau bab. Karena itu, F-PKS mengusulkan agar kedua azas penting tersebut dimasukkan dalam daftar azas perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam Raperda ini.
  8. Masalah hubungan pemanfataan zona industry dan pertambangan dengan kearifan lokal (local wisdom). Kearifaan lokal (local wisdom) yang ada di wilayah pesisir dan kawasan pulau-pulau kecil yang diabadikan dan menjadi bagian integral socio-cultural masyarakat setempat harus tetap terjaga keberadaannya. Jangan sampai intervensi kebijakan, -misalnya dalam bentuk Raperda ini- merusak tatanan norma dan pranata sosio-kultural masyarakat setempat. Dengan kata lain, hak-hak sosio-kultural yang menjadi modal sosial ekonomi mereka jangan sampai terganggu dan terancam dengan kehadiran intervensi kebijakan pemerintah propinsi, yang dalam hal ini dalam bentuk Raperda Perencanaan Zonasi Wilayah Pesisr dan Kawasan Pulau-Pulau Kecil. Dalam Raperda ini terdapat arahan pengelolaan zona industry (pasal 41) dan pertambangan minyak dan gas (pasal 52). Terkait dengan pengaturan pengalolaan zona industry dan pertambangan tersbut. Bagaimana pemanfataan zoana industry dan pertambangan tersebut, selain tidak merusak lingkungan hidup di sekitarnya, juga tidak merusak lingkungan sosial masyarakat sekitar, terutama pranata sosio-kultural masyarakat. Mohon penjelasan..!!
  9. Dalam Pasal 21 ayat (4) UU No 27 tahun 2007 tentang  Pengelolaan Wilayah Pesisir pada intinya menyatakan bahwa pemegang hak pengusahaan perairan pesisir (HP-3) harus mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal. Selain itu, pemegang HP-3 juga harus memberdayakan masyarakat sekitar lokasi kegiatan, memperhatikan hak masyarakat untuk mendapatkan akses ke sempadan pantai dan muara sungai, serta melakukan rehabilitasi sumberdaya yang mengalami kerusakan di lokasi HP-3. Dengan demikian, juga menghormati aktivitas yang biasa dilakukan oleh masyarakat sekitar wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dengan demikian, Raperda ini diharapkan juga bisa mencegah kejadian seperti di Lampung di mana budidaya mutiara menghilang antara lain karena ada aktivitas pertambangan di sekitarnya. Industry pertambangan adalah berkarakter industry ekstraktif sehingga sangat rawan dan berpotensi akan merusak system ekologi dan lingkungan sekitar, termasuk lingkungan sosial masyarakat. Dengan Raperda rencana Zonasi ini semestinya tidak boleh lagi ada aktivitas yang merusak wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam konteks mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal, Raperda ini seharusnya memperkuat sebagaimana pengaturan pada pasal 21 UU 27 tahun 2007 tersebut.  Masalah ini yang kurang jelas di atur dalam Raperda ini. Bagaimana sebenarnya Raperda  ini mengatur masalah pengakuan, penghormatan, dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal (local wesdom)? Mohon Penjelasan.!
  10. Salah satu isu penting dalam pengaturan masalah zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah masalah tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka peningkatan pendapatan daerah. Eksploitasi dan eksplorasi oleh pihak-pihak swasta karena mudahnya mendapakan ijin pemanfaatan pengelolaan sumber daya alam dan lingkingan demi untuk mengeruk pundi-pundi pendapatan daerah. Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan keberadaan dan kelestarian sumber daya alam di daerah-daerah. Pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berlebih dan tidak ramah lingkungan yang disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum, belum adanya kebijakan yang terintegrasi lintas sektor di pusat dan daerah serta rendahnya kesejahteraan masyarakat telah berdampak pada meningkatnya kerusakan lingkungan hidup. Karena itu dalam konteks ini, Degradasi Lingkungan Hidup akan menjadi ancaman tersendiri. Pertanyaannya, bagaimana Raperda ini mengantasipasi ancaman degradasi lingkungan hidup tersebut? Mohon penjelasan…!!
  11. Karena pemerintah daerah, baik propinsi maupun kabupaten/kota memiliki kewenangan yang cukup besar dalam pengaturan pemanfataan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana diatur dalam Raperda ini. Karena itu masalah pengawasan dan koordinasi adalah salah satu aspek terpenting. Fungsi pengawasan dan koordinasi harus menjadi persoalan yang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah propinsi, Kabupaten/kota, dan pengaturannya juga harus jelas dan tegas, sehingga tidak menimbulkan persoalan ditingkat implementasinya. Bagaimana raperda ini mengatur akan hal tersbeut. Mohon penjelasan…!!!
  12. Seperti telah di ketahui bahwa, Undang-undang No. UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah dilakukan gugatan uji materiil oleh 36 organisasi dan individu masyarakat pesisir. Pada siding 16 Juni 2011, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materil UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang diajukan 36 organisasi dan individu masyarakat pesisir tersebut. MK membatalkaan beberapa pasal terutama yang terkait dengan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3). Dalam penjelasan pembatalan beberapa pasal yang terkait dengan hak Pengusahaan Peraian Pesisir tersebut, menjelaskan bahwa HP3 yang diatur dalam UU ini memungkinkan penguasaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan hak eksklusif dan tertutup oleh pihak swasta maupun kelompok masyarakat termasuk masyarakat adat. Meskipun masyarakat adat disebut berhak memperoleh HP3, akan tetapi tidak dilibatkan dalam proses penetuan kebijakannya, dan untuk memperoleh HP3 harus membuktikan eksistensinya, dan harus melalui prosedur lelang bersaing dengan korporasi yang jauh lebih siap dari segi sumber daya. Terkait dengan pembatalan beberapa pasal dalam Undang-Undang No. tahun 2007 ini, apakah Raperda ini telah memperhatikan dan mempertimbangkan beberapa pasal tersebut?. Mohon Perjelasan..!!
Rapat Dewan Yang Terhormat,

Pengaturan masalah Zonasi Wilayah Pesisir dan kawasan Pulau-Pulau Kecil dalam sebuah Perda ini harus diarahkan untuk dapat menjawab berbagai isu dan permasalahan dalam  pengelolaan pulau-pulau kecil di Jawa Timur seperti keterbatasan sarana dan prasarana wilayah, keterbatasan ketersediaan dana pembangunan, konflik antar pihak, dan yang lebih penting lagi masalah peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Raperda rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Jawa Timur ini harus dapat merepresentasikan karakteristik (sosial-ekonomi, budaya, lingkungan, ekologis) wilayah Jawa Timur. Raperda ini harus menyajikan jenis-jenis pengelolaan pulau-pulau kecil yang spesifik “khas Jawa Timur” termasuk rincian kegiatannya karena hal tersebut merupakan putusan yang harus diambil daerah disesuaikan dengan situasi, kondisi dan karakteristik pulau-pulau kecil bersangkutan.

Rapat Dewan Yang Terhormat,

Demikian Pemandangan Umum Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terhadap Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2012 – 2031 Propinsi Jawa Timur. Akhirnya, semoga dengan hadirnya Raperda baru ini dapat memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur. Amien

Billahi taufiq wal hidayah. Ihdinash shirothol mustaqim.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Surabaya, 14 Mei 2012

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
DPRD Jawa Timur

Ttd.

Arif Hari Setiawan, ST., MT.
Ketua
Share this Article on :

Tidak ada komentar:

 
© Copyright PKS Kabupaten Madiun 2012 | Designed by Abuarsyad.